Advertisement

Responsive Advertisement

JUMLAH PEKERJA DI INDONESIA

Sabtu, 05 Mei 2012

JUMLAH PEKERJA DI INDONESIA

JUMLAH PEKERJA DI INDONESIA
Memasuki awal bulan mei di Indonesia terdapat 2 (dua) Hari besar yang selalu diperingati oleh sebagian rakyat Indonesia. Pertama, Peringatan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional, yang biasa tiap – tiap tahun diperingati oleh kaum – kaum buruh di Indonesia. Kedua, peringatan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional, yang merupakan tonggak bagi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa menuju Indonesia merdeka. Perburuhan dan pendidikan di Indonesia secara historis memiliki keterkaitan erat. Karena berdasarkan sejarah banyaknya perburuhan di Indonesia merupakan kondisi yang menggambarkan pribumi hidup dalam keterpurukan, dimana faktor – faktor produksi pribumi dikuasai oleh kaum – kaum penjajah. Kemudaian peranan pendidikan mengeluarkan pribumi dari keterpurukan tersebut.
Pada realita dewasa ini, kondisi Bangsa Indonesia masih menggambarkan bahwa faktor – faktor produksi belum di miliki oleh rakyat, sehingga rakyat hari ini pun dapat dipastikan masih hidup dalam keterpurukan. Karl Marx, orang yang pertama kali menyerukan persatuan buruh sedunia mendefinisikan buruh sebagai seseorang atau sekelompok orang yang tidak memiliki faktor – faktor produksi dan tidak mendapatkan surplus value dari hasil yang diusahakannya. Berdasarkan data Februari 2009, jumlah orang yang bekerja di Indonesia 104,49 juta orang. Dari jumah tersebut, jumlah buruh dan karyawan mencampai angka 28,91 juta orang. Sementara jumlah penduduk yang status pekerjaan utamanya adalah berusaha mencapai 45,42 juta orang yang terdiri atas mereka yang berusaha sendiri 20,81 juta orang, berusaha dibantu buruh tidak tetap 21,64 juta orang, dan berusaha dibantu buruh tetap 2,97 juta orang. Sedangkan jumlah pekerja tidak dibayar di Indonesia mencapai 18,66 juta orang atau 17,86 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Dari104,49 juta orang yang bekerja, paling banyak bekerja di Sektor Pertanian yaitu 43,03 juta orang (41,18 persen), disusul Sektor Perdagangan sebesar 21,84 juta orang (20,90 persen), dan Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 13,61 juta orang (13,03 persen) (Sumber: Badan Pusat Statistik/BPS, 2009. Pekerja di atas 15 tahun).
Berdasarkan data BPS disebutkan bahwa angka partisipasi sekolah pada kurun waktu 1994 – 2008 untuk penduduk berusia 7 – 12 tahun sebesar 95,90%. Adapun untuk usia 13 – 15 tahun sebesar 79,64% dan usia 16 – 18 tahun sebesar 50,75%. Mengacu pada data tersebut mengindikasikan bahwa penduduk Indonesia rata – rata hanya menyelesaikan pendidikan pada level Sekolah Dasar (SD). Untuk lulusan perguruan tinggi dapat dipastikan di bawah persentase lulusan SD, SLTP, dan SLTA. Karena semenjak pemerintah mengubah status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi badan hukum pada tahun 1999, biaya pendidikan di Perguruan Tinggi melonjak drastis (Sindo, 03/05/2010).
Dari data yang disajikan diatas mengindikasikan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia yang sangat rendah, sehingga dapat dipastikan untuk tenaga kerja di Indonesia memiliki kemampuan yang terbatas pada hanya bidang operasional. Oleh karena itu, di dalam bidang – bidang yang bersifat strategis di suatu perusahaan dikuasai oleh Tenaga Kerja Asing.
Kondisi di atas mengingatkan kita pada kondisi pribumi pada masa penjajahan Belanda. Sejak diterapkannya Culture Stelsel pada tahun 1615 kondisi pribumi mengalami keterpurukan. Karena pribumi dipisahkan dari faktor produksi utamanya di dalam mencukupi kehidupan kesehariannya, yaitu tanah. Sehingga diterapkannya Culture Stelsel menandakan awalnya perburuhan di Indonesia. Pribumi di jadikan buruh – buruh perkebunan yang di bangun guna memenuhi kebutuhan bahan baku terutama rempah – rempah bagi masyarakat Eropa. Industri yang pertama kali di bangun oleh pemerintahan Hindia Belanda ialah berupa pabrik gula pada tahun 1870 dengan investasi 100% pemerintahan Hindia Belanda.
Infrasturktur kolonialisme diperkuat oleh pemerintah Hindia Belanda dengan diterapkannya Politik Etis pada tahun 1901, dengan dibangunnya irigasi untuk pemperkokoh perkebunan di Indonesia. Kemudian Politik etis juga berdampak kepada pendidikan pribumi, dengan mahalnya biaya pendidikan maka pribumi sebagai kaum yang sebagian besar hidup pada tatanan masyarakat terbawah tidak mampu mengenyam pendidikan. Pada tahun 1905 belanda menerapkan sistem politik pintu terbuka (Open Door Politic). Sistem tersebut membuka kesempatan bagi para investor dari beberapa Negara menginvestasikan modalnya di Indonesia. Dengan tetap pemerintah Hindia Belanda sebagai pemegang saham terbesar, yaitu 70%. Hal tersebut semakin membuat pribumi hidup dalam keterpurukan (Sumber: Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, Ir. Soekarno,1963)
Keterpurukan pribumi telah membuka hati kaum – kaum pribumi ningrat yang hidup pada tingkatan yang lebih baik. Mereka mendapat pendidikan dan pengajaran yang baik, hidup layak dan tercukupi. Keterbukaan hati ningrat pribumi diekspresikan dengan membangun organisasi yang memberikan pendidikan kepada pribumi. Organisasi tersebut diberi nama Budi Utomo, yang dibangun pada 20 Mei 1908 oleh dr. Sutomo. Budi Utomo yang bersifat informal didirikan dengan tujuan untuk mengangkat harkat dan martabat hidup kaum – kaum pribumi, yang pada masa itu hidup di dalam keterpurukan dengan menjadi buruh – buruh pabrik, pertambangan, dan perkebunan.
Perjuangan tersebut dilanjutkan dengan didirikannya Taman Siswa pada tanggal 2 Mei 1920, yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara. Taman Siswa yang sudah bersifat formal memperkuat keyakinan pribumi untuk keluar dari keterpurukan akibat penjajahan yang berabad – abad. Konvergenitas perjuangan pribumi kearah persatuan dan kesatuan akhirnya terealisasi pada tanggal 28 Oktober 1928, yaitu dengan diselenggarakannya Kongres Pemuda II. Sehingga pada moment tersebut terciptalah persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia, dengan kata lain Bangsa Indonesia terlahir. Mengangkat harkat dan martabat hidup pribumi (semenjak itu menjadi Orang – orang Indonesia Asli) menjadi sifat bagi para pemuda pergerakan di dalam memperjuangkan Indonesia Merdeka.
Bangsa Indonesia mencapai Kemerdekaan diatas dasar Pancasila pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan bukti dibacakannya Teks Prolamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta. Dimerdekakannya Bangsa Indonesia bertujuan tidak lain tidak bukan untuk mengangkat harkat dan martabat hidup Orang – orang Indonesia Asli. Dengan Kata lain membebaskan pribumi dari perbudakan (perburuhan) akibat penjajahan.
Maka dari itu untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka didirikanlah Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan dasar Undang – Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi.
Berdasarkan uraian sejarah diatas membuktikan keterkaitan perburuhan dan pendidikan di Indonesia sangatlah erat. Dimana pendidikan merupakan usaha yang dilakukan pada Bapak Pendiri (Founding Father) Republik Indonesia untuk membebaskan pribumi dari keterpurukan akibat penjajahan dalam bentuk perburuhan. Namun, sejarah telah dilupakan, maka rakyat jatuh kembali di dalam keterpurukan.
Culture Stelsel gaya baru (Neoculture stelsel) telah diterapkan, yaitu dengan dibangunnya Industralisai diatas tanah rakyat, sehingga rakyat kehilangan mata pencahariannya. Industri yang dibangun mementingkan pihak asing (investor). Rendahnya kualitas SDM di Indonesia sehingga rakyat diposisikan hanya sebagai buruh. Politik Etis pun mencekam rakyat hari ini, dengan biaya pendidikan yang mahal sehingga rakyat tidak mampu mengenyam pendidikan.
Adapun sistem pendidikan di Indonesia diorientasikan kepada kepentingan Investor. Dengan bukti digembor – gemborkannya pendidikan kejuruan agar setelah lulus langsung bisa menjadi tenaga kerja. Inilah cerminan Pendidikan di Indonesia yang telah bergeser akibat pengaruh filosofi pembangunan yang digunakan di Indonesia, yaitu Liberal Pragmatis. Filosofi yang membuat Anak Bangsa memiliki pola pikir Pragmatis, layaknya pemikiran seorang buruh, “Asalkan perut kenyang, Hidup pun tenang”. Inilah Pendidikan di Indonesia, Pendidikan buruh.
Aksi besar – besaran pada 1 mei tidak akan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi buruh di Indonesia. Walaupun perjuangan buruh dipenuhi oleh pihak yang dituntut, perjuangan buruh tetaplah sebatas perjuangan perut bukan perjuangan mengangkat harkat dan martabat hidup. Tetapi sejarah dunia sudah membuktikan tidak ada perjuangan buruh yang berhasil. Buruh hanya dijadikan alat oleh kaum – kaum yang memiliki kepentingan. Oleh karena itu, dengan di peringatinya hari pendidikan nasional kita sadarkan diri, bangun dari keterpurukan saperti apa yang telah dilakukan oleh Para Bapak Pendiri Republik Indonesia, yang mengeluarkan pribumi dari keterpurukan akibat penjajahan.
sumber : http://tomzinc.blog.fisip-untirta.ac.id/2012/04/05/hello-world/ 
http://andrezoldrick1.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_05.html

SEARCH...

Postingan terbaru